oleh Nofal Liata
Pengertian Agama
a. Pengertian Agama Dalam Pendekatan Teori.
Agama merupakan sebuah realitas yang telah hidup dan mengiringi kehidupan manusia sejak dahulu kala. Bahkan agama akan terus mengiringi kehidupan manusia entah untuk beberapa lama lagi. Fenomena ini akhirnya menyadarkan manusia bahwa baik agama maupun manusia tidak dapat dipisahkan, keduanya saling membutuhkan. Sebaliknya, manusia tidak akan menjadi manusia yang memiliki budi pekerti yang manusiawi jika agama tidak mengajarkan manusia bagaimana cara menjadi manusia yang menusiawi tersebut.
Namun kini segelintir manusia telah mencoba untuk menenggelamkan agama menjadi sebuah barang antik yang sifatnya hanya untuk di pajang dan dikenang. Hal ini di sebabkan antara lain oleh, telah terlalu lamanya agama mengiringi kehidupan manusia. Sehingga agama di anggap sebagai sesuatu yang kuno. Dan dikhawatirkan agama tidak akan sanggup mengikuti perkembangan zaman. Dan kebutuhan-kebutuhan manusia yang semakin beraneka ragam. Selanjutnya, sebagai manusia yang menyetujui hal ini beranggapan bahwa kini telah terdapat alternatif lain untuk menggatikan peran agama, yaitu, teknologi. Agama yang selalu membicarakan hal-hal yang sifatnya eskatologis akan dengan mudahnya digantikan oleh tehnologi yang dipastikan hanya akan membicarakan hal-hal yang sifatnya logis.
Namun tenyata anggapan semacam ini adalah anggapan yang sepenuhnya keliru, karena nyatanya hingga kini agama menjadi sesuatu yang tak terpisahkan dalam tiap sedi kehidupan manusia. Bahkan manusia yang menganggap dirinya sebagai manusia yang paling modern sekalipun tak lepas dari agama. Hal ini membuktikan bahwa agama tidaklah sesempit pemahaman manusia mengenai kebenaranya. Agama tidak saja membicarakan hal-hal yang sifatnya eskatologis, malahan juga membicarakan hal-hal yang logis pula. Agama juga tidak hanya membatasi diri terhadap hal-hal yang kita anggap mustahil. Karena pada waktu yang bersamaan agama juga menyuguhkan hal-hal yang riil. Begitulah agama, sangat kompleks sehingga betul-betul membutukan mata yang sanggup “melek” (keseriusan) untuk memahaminya.
Dari perpektif antropology sendiri melihat agama atau menafsirkan agama adalah: merupakan sebuah sistem budaya, dimana setiap sistemnya terdapat unsur yang memungkinkan terbentuknya sebuah sistem itu. Antropologi memandang sebuah hal penting dari terbentuknya sistem budaya ini. Yakni sistem gagasan yang mendasari terbentuknya sistem budaya “beragama” ini. Sistem gagasan inilah yang akhirnya menuntun pemikiran manusia hingga menuju pada Tuhan yang nantinya akan di sembah. Agama di sebut sebagai sebuah sistem budaya karena agama merupakan sebuah hasil dari “sistem gagasan” manusia terdahulu. Sistem gagasan disini bermaksud. Bahwa masyarakat primitif dahulu mengunakan agama sebagai “alat” penjelas terhadap fenomena-fenomena alam yang terjadi, lambat laun manusia primitif menganggap bahwa segalanya memiliki ruh, segala fenomena yang disaksikan dan yang mereka nisbahkan pada ruh. artinya dengan demikian, manusia primitif dapat menafsirkan fenomena-fenomena yang ada diartikanya seperti banjir, gempa, dan lainya dengan padangan tersebut.
Sedangkan bagi Max Weber melihat gejala agama adalah: Tuhan tidak ada dan hidup untuk manusia, tetapih manusialah yang hidup demi Tuhan. Lebih jauh mengenai masalah ini, dijelaskan bahwa menjalankan praktek-praktek keagamaan merupakan upaya manusia untuk merubah Tuhan yang irasional menjadi rasional. Semakin kita menjalankan peritah-perintah Tuhan maka akan semakin terasa kedekatan kita terhadap Tuhan. Berbeda lagi dengan pendapatnya Emile Durkhem yang menyatakan bahwa agama secara khas merupakan permasalahan sosial, bukan individual. Karena yang empirik (pada saat itu) agama di praktekkan dalam ritual upacara yang memerlukan partisipasi anggota kelompok dalam pelaksanaanya. Sehingga yang nampak saat itu adalah agama hanya bisa dilaksanakan pada saat berkumpula dangan angota social, dan tidak bisa dilakukan tiap individu.
Cliford Geertz yang melalui penelitian yang di lakukannya di Mojokuto mulai Mei 1953-september 1954, membagi agama jawa hanya menjadi tiga bagian, yakni: kalangan Priyayi, santri, abangan. Hal ini disebabkan karena penekanan yang dilakukan oleh geertz adalah masalah komplesitas yang ada pada masyarakat jawa. Dengan pengelompokan ini, yakni: Priyayi, santri, abangan, natinya penulis mencoba melihat sejauh mana tingkat pemahaman agama para dumemers dalam bersosial maupun dalam kehidupanya di dunia gemerlap. Dari pengamatan dan hasil obsevasi di lapangan ketika penulis mencari data, penulis menemukan bahwa mereka juga yang menjadi mahasiswa dugemers juga mempunyai latar belakang pendidikan agama yang bagus misalnya, pernah memodok di pasantren dengan status santri. Selain ada yang mempunyai latar belakang agama yang bagus, temuan-temuan pemaknaan agama oleh dugemers yang nantinya akan penulis jelaskan juga di halamam berikutnya yang bermacam ragam. Pengelompokan natinya oleh penulis dalam konteks memahami agama oleh dugemers penulis mencoba berdasarkan apa yang telah di kemukakan oleh teorinya Geertz.
b. Pengertian Agama Bagi Mahasiswa Dugemers.
Mayoritas masyarakat, khususnya kalangan pemeluk agama yang taat, memandang praktik keagamaan sebagai manifestasi transendental yang harus dijunjung tinggi. Praktik keagamaan merupakan ekspresi keberagamaan individual, berlaku hanya bagi pemeluk yang memiliki komitmen keagamaan kuat. Apalagi bila ritual dan ketaatan keagamaan dimaknai sebagai ikhtiar pencarian jati diri manusia sebagai hamba Tuhan. Namun, dalam kelompok mahasiswa dugemers, praktik keagamaan bukanlah ketaatan yang harus dijunjung tinggi ketika mereka khususnya sedang berada di tempat café dan diskoti. maka dalam pandangan pelaku dugem dapat dikatakan sosok agama tidak ada, dalam pengertian ketika di tengah-tengah masyarakat di sekitar kost maka agama berperan, berfungsi dan terlihat, namun ketika hendak pergi ketempat dunia gemerlap maka agama di titipin di kost dan tidak di bawa atau sengaja ditinggalkan di rumah kost. Keadaan ini terjadi menurut pengamatan penulis di karenakan keimana mereka sudah dikalahkan oleh situasi dan kondisi yang sedemikian rupa di café dan diskotik.
Salah satu yang menjadi penegasan tentang bagaimana “arti” atau mereka dugemers mendefiniskan agama, seperti sebagaimana petikan wawancara berikut ini:
Bagi aku agama merupakan sebuah keyakinan, selain itu juga agama yang menuntun manusia untuk hidup bersosial yang lebih baik dan selamat di dunia dan akhirat…
Tapi.. kalau di Tanya pengertian agama ketika sedang berada di tempat dugem, nampanya agama tidak ber-efeks malahan bertolak belakang dengan apa yang aku sebutkan tadi…
Entah mengapa… aku sangat bersemangat untuk bergi ngedugem, padahal di situ banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan agama ku., misalnya ni… sering mabukan, bercumbu gitu, nama juga dunia gemerlap mas jadinya kalo udah pergi kesitu iman kita jadi tipis deh..
Berbeda lagi pengertian agama menurut Dadang (nama samaran), dengan latar belakang yang penah memondok waktu menempuh SMU, dia mengutarakan pengertian Agama dan menghubungkannya dengan tempat hiburan malam. Dia juga seorang informan mahasiswa dugemers untuk penulis, dalam kutipan wawancaranya berikut ini:
Agama itu adalah kebutuhan rohani yang sangat mendasar, karena dia datangnya dari Tuhan itu sendiri. Dan alqur’an sebagai kita suci merupakan sumber dari segala ilmu baik yang menyangkut hal duniawi dan perkara akhirat.
Bagi aku agama juga berpengaruh sedikit ketika aku berada di tempat seperti ini… bercinta aku pelum pernah (ML),. Selain itu semua sudah aku coba termasuk minum-minum bareng temen-temen.
Memang pengertian agama di tengah-tengah masyarakat sangat umum dan sangat luas, tergantung bagaimana orang tersebut mengartikannya, namun yang dapat penulis petik dari beberapa ungkapan pengertian dari imforman dugemers yaitu: para dugemers mengakui adanya sebuah agama yang mereka menganut, pendapat mereka semua sama mengenai esensinya yaitu agama merupakan sumber kebenaran pedoman dan ilmu yang datang dari Tuhan Yang Mahan Esa. tetapih telihat sekali bahwa mereka ada juga yang memaknai agama dan mengaplikasikan ajaran agama sekedar saja dan terkadang mengabaikan peringatan yang ada dalam agama mereka, yang menarik lagi yaitu mahasiswa yang berlatar belakang pemahaman agama yang lebih bagus (lulusan pondok) ternyata tidak bisa juga mengelak dari bentuk kemaksiatan yang ada di sebuah kota metropolitan di tempat di dunia gemerlap seperti bermain wanita (bercinta) dan minum-minuman yang memabukan seperti yang telah di utarakan oleh imforman yang nama Dandan. Pemasalahan disini adalah iman mereka sedang bertarung dari perkembangan selera pasar global salah satunya tempatnya adalah di dunia café dan diskotik.
Bagi para pelaku pencinta dunia gemerlap, pengetahuan bukan merupakan landasan keimanan mereka. Hal ini terlihat dari tingkat rata-rata pendidikan mereka, misalnya dari yang berstatus masiswa dan pelajar. Selain alasan bahwa kebanyakan dari mereka tidak memiliki bekal pengetahuan agama yang cukup, dorongan kebebasan yang sangat kuat juga mengalahkan dorongan spritualitasnya mereka. Keingintauan dan ajakan temen merupakan indikator babak pertama awal pertarungan iman mereka di tengah hiru-pikuk kota. Akhirnya agama hanya menjadi sebuah identitas semata tampa menganggap petapa pentinggnya agama tersebut dan yang paling parah lagi agama bisa sebuah kedok atau semu tampa upaya memahami relitas yang bersanding dengan norma agama.
Sabtu, 10 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar